Jumat, 14 November 2008

Bob Sadino - Pengusaha Sukses Bermodalkan Apa Adanya

Sosok berambut putih, bercelana pendek, dan kadang mengisap rokok dari cangklongnya ini begitu mudah dikenali. Gaya bicaranya blak-blakan. Ia adalah Bob Sadino, pengusaha sukses yang terkenal dengan jaringan usaha Kemfood dan Kemchick-nya. Walaupun hanya lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), dirinya berhasil mewujudkan cita-citanya untuk mandiri.


Pria kelahiran Lampung, 9 Maret 1933, terlahir dengan nama Bambang Mustari Sadino. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara dari seorang ayah yang berprofesi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang. Ayahnya, Sadino, meningal ketika Bob berusia 19 tahun.


Bob sendiri mengawali usahanya benar-benar dari bawah. Ia memulai berwirausaha karena "kepepet", selepas SMA tahun 1953, ia bekerja di Unilever kemudian masuk ke Fakultas Hukum UI karena terbawa oleh teman-temannya selama beberapa bulan. Kemudian dia bekerja pada McLain and Watson Coy, dan sejak 1958 selama 9 tahun berkelana di Amsterdam, Belanda, Hamburg dan Jerman.


Setelah menikah , Bob kemudian memutuskan untuk kembali dan menetap di Indonesia. Ia membawa pulang istrinya, mengajaknya hidup serba kekurangan. Padahal mereka tadinya hidup mapan dengan gaji yang cukup besar. Bob bertekad tidak ingin lagi jadi karyawan yang diperintah atasan. Karena itu ia harus kerja apa saja untuk menghidupi keluarganya. Dengan modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.


Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan dengan upah harian sebesar Rp. 100,- Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob tetap bersikeras.


Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Temannya tersebut menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa. Itulah yang kemudian mengawali langkahnya untuk berwirausaha. Ia pun kemudian memutuskan untuk makin menekuni usaha ternak ayam.


Pada awalnya, ia menjual telur beberapa kilogram per hari bersama istrinya. Mereka menjual telur itu awalnya dari pintu ke pintu. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, apalagi mereka berdua fasih berbahasa Inggris dan tinggal di kawasan Kemang yang banyak terdapat warga asing. Tapi tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun.


Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Dan, dengan ketekunan dan kemampuannya menjaga hubungan baik, telurnya makin laris. Dari sanalah kemudian usahanya terus bergulir. Dari hanya menjual telur, ia lantas menjual aneka bahan makanan. Itulah yang akhirnya menjadi cikal bakal supermarket Kemchick miliknya. Ia kemudian juga merambah agribisnis khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun yang banyak berisi sayur mayur untuk dijual pada orang asing seperti orang Jepang dan Eropa. Hubungan baik dengan orang-orang asing inilah yang kemudian makin membesarkan usahanya hingga ia akhirnya juga memiliki usaha daging olahan Kemfoods.


Dalam menjalankan setiap usahanya, Bob selalu menyebut dirinya tak punya kunci sukses. Sebab, ia percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diimbangi kegagalan, peras keringat, dan bahkan jungkir balik. Menurutnya, uang adalah prioritas nomor sekian, yang penting adalah kemauan, komitmen tinggi, dan selalu bisa menciptakan kesempatan dan berani mengambil peluang.


Bob menyebut, kelemahan banyak orang adalah terlalu banyak berpikir membuat rencana sehingga tidak segera melangkah. Ia mengatakan bahwa ketika orang hanya membuat rencana, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain, muncullah sifat arogan. Padahal, intinya sebenarnya sederhana saja, lakukan dan selalu dengarkan saran dan keluhan pelanggan. Bob membuktikan sendiri, ia yang hanya bermodal nekad, tapi berlandaskan niat dan keyakinan, serta kerja keras pantang menyerah, tanpa teori sukses ia pun bisa jadi seperti sekarang.
Faktor terpenting lainnya dalam diri Bob adalah fokus dengan apa yang sedang dikerjakan. Menurutnya, dengan berfokus pada satu bidang akan membuat kita lebih memahami bidang tersebut.


"Saya tidak mau berpindah ke lain usaha karena pengalaman saya di situ. Buat apa saya menyimpang-menyimpang," tambahnya.


Sukses itu bukan teori. Namun didapat dari perjuangan dan kerja keras, serta dilandasi keyakinan kuat untuk fokus mewujudkan cita-cita. Bob Sadino adalah contoh nyata bahwa setiap orang bisa sukses mengejar mimpi dan "Lentera Jiwanya" asal mau membayar harga dengan perjuangan tanpa henti. [dr.m]

BERSAHABAT DENGAN MASALAH

If a problem doesn’t kill you, it will make you stronger.”

Seorang kawan mengeluh, ”Pak, saya kok sering kena masalah ya? Padahal saya ini sudah rajin berdoa, selalu positive thinking, tidak pernah bikin susah orang lain, suka menolong orang lain, jujur dalam bekerja, dan nggak neko-neko. Kenapa ya Pak? Apa masalah saya? Saya sudah bosan kena masalah terus.”

”Wah, selamat ya,” balas saya.

”Lho, bagaimana sih Pak Adi ini. Saya punya banyak masalah kok malah diberi selamat. Senang ya Pak kalau lihat orang susah?” kawan saya balik bertanya dan agak jengkel.

“Sabar...sabar... bukan begitu maksud saya. Jangan tersinggung dong,” jawab saya cepat sambil berusaha menenangkan kawan saya ini.

Nah, pembaca, apa yang saya tulis di artikel ini merupakan hasil obrolan saya dan kawan saya.

Masalah. Setiap orang pasti punya masalah. Setiap hari kita pasti berhadapan dengan masalah. Kita berusan dengan masalah. Kita mendapat masalah. Kita membuat masalah. Kita bahkan bisa jadi sumber masalah. Masalah terbesar adalah kalau kita tidak tahu bahwa masalah kita adalah kita merasa tidak punya masalah.

Pembaca, waktu Anda mengalami masalah, bagaimana reaksi Anda?

Apakah Anda marah? Jengkel? Sakit hati? Frustrasi? Takut? Menyalahkan diri sendiri? Atau Anda cenderung untuk menyalahkan orang lain?

Anda mungkin bertanya-tanya mengapa saya menggunakan judul ”Bersahabat Dengan Masalah”. Apa nggak salah, nih? Kita kok diminta bersahabat dengan masalah?

Benar. ”Masalah” sebenarnya adalah hal yang sangat positif. Mari kita bahas terlebih dahulu makna di balik kata ”masalah”. Masalah, yang dalam bahasa Inggris adalah ”problem”, ternyata mempunyai akar kata yang maknanya sangat berbeda dengan yang kita pahami selama ini.

Akar kata ”problem” berasal dari bahasa Yunani, proballein, yang bila ditelusuri lebih jauh mengandung makna yang sangat positif. Pro berarti forward atau maju. Sedangkan ballein berarti to drive atau to throw. Jadi, problem berarti bergerak maju. Problem berarti kesempatan untuk maju dan berkembang.

Sewaktu pertama kali mengetahui bahwa akar kata problem, proballein, artinya bergerak maju, saya sempat terhenyak dengan perasaan kaget dan takjub. Sungguh luar biasa dan sungguh benar. Coba kita renungkan bersama. Masalah sebenarnya adalah suatu simtom yang menunjukkan adanya suatu penyebab atau akar masalah. Justru dengan seringnya seseorang mendapat “masalah”, bila orang ini cukup bijak dan jujur pada dirinya sendiri, ia akan berkembang dan bisa lebih maju.

Lha, kok bisa begini?

Pernahkah Anda, atau mungkin orang yang Anda kenal, mendapat atau mengalami masalah?

Jawabannya, “Sudah tentu pernah.”

Pertanyaan saya selanjutnya, “Apakah masalah yang dialami Anda mirip dengan masalah sebelumnya?”

Jika kita mau bersikap jujur dan jeli dalam mengamati maka seringkali masalah yang kita alami sifatnya “mengulang” masalah sebelumnya. Ada kemiripan atau kesamaan. Bentuk masalahnya bisa berbeda namun polanya sama.

Satu contoh. Ada seorang wanita yang putus dengan pacarnya. Ia marah, kecewa, sakit hati, dendam, dan bersumpah akan mencari pasangan yang jauh lebih baik. Namun kenyataannya? Ia mendapatkan pacar baru yang mempunyai karakter yang serupa dengan mantan pacarnya.

Ada lagi seorang pengusaha besar, kawan saya, berulang kali kena tipu. Sekali kena tipu jumlahnya nggak main-main. Bukan puluhan juta tapi ratusan juta. Dan ini terjadi berulang kali.

Seorang kawan yang lain seringkali ribut dengan istrinya hanya karena hal-hal sepele. Misalnya hanya karena si istri memencet pasta gigi tidak dari bawah, tetapi dari tengah, ia marah besar. Sebaliknya si istri walaupun telah diberitahu suaminya tetap mengulangi pola perilaku yang sama.

Masalah yang kita hadapi sebenarnya menunjukkan ”level” kita. Siapa diri kita sebanding dengan masalah yang kita hadapi. Bukankah ada tertulis bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan kita untuk mengatasinya? Dan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya?

Masalah atau problem sebenarnya guru sejati yang seringkali kita abaikan. Kebanyakan orang mengalami masalah yang serupa atau berulang karena mereka tidak belajar dari masalah yang pernah mereka alami.

Ibarat anak sekolah bila kita tidak naik kelas, karena nilai ujian kita jelek, maka kita akan mengulang di level atau kelas yang sama. Tidak mungkin guru akan menaikkan kita ke kelas berikutnya. Mengapa? Lha, soal ujian di level ini saja kita nggak lulus apalagi kalau diberi soal ujian level di atasnya.

Kita harus mengulang, tidak naik kelas, dengan harapan kita akan belajar, meningkatkan diri, dan akhirnya mampu mengerjakan soal ujian dengan benar. Dengan demikian kita ”lulus” ke kelas berikutnya.

Saat tidak naik kelas, bukannya belajar dari ”masalah” ini, banyak yang malah membuat masalah baru dengan menjadi marah, frustrasi, dan menyalahkan guru atau sekolah. Anda pernah bertemu dengan orang seperti ini?

”Ah, itu kan anak sekolah. Memang harusnya begitu,” ujar kawan saya.

Lho, kita ini kan juga anak sekolah. Kita sekolah di Sekolah Kehidupan. Kehidupan adalah tempat kita belajar. Untuk maju kita harus menjadi pembelajar seumur hidup atau life long learner.

Ada yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik. Saya kurang setuju dengan pernyataan ini. Menurut saya pengalaman adalah guru terbaik bila itu pengalaman orang lain. Jadi, kita belajar dan mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan dengan menelaah dan mempelajari pengalaman orang lain dan kita terapkan untuk kemajuan hidup kita. Lha, lebih baik mana, Anda kena tipu Rp 1 miliar atau Anda belajar dari pengalaman orang lain yang tertipu Rp 1 miliar dan Anda gunakan pengetahuan ini untuk melindungi diri Anda agar tidak mengalami masalah yang sama?

Pengalaman adalah guru yang terbaik bila kita dapat memetik pelajaran berharga dari apa yang kita alami. Kebanyakan orang mengalami ”pengalaman” hanya sekadar mengalami. Mereka tidak memetik pelajaran atau manfaat apa pun dari pengalaman (baca: masalah) mereka.

OK. Sekarang sudah jelas bahwa kita bisa belajar dari masalah. Tapi bagaimana caranya?

Ada empat langkah mujarab untuk mengatasi setiap masalah dalam hidup:
1. Mengakui adanya masalah
2. Setiap masalah pasti ada sumber atau akar masalahnya
3. Bila akar masalah ditemukan maka masalah dapat dipecahkan
4. Jalan keluar untuk menyelesaikan masalah

Contoh konkritnya?

Mari kita analisis kasus yang dialami kawan saya. Itu lho, yang bolak-balik kena tipu ratusan juta rupiah.

Langkah pertama adalah mengakui atau menerima bahwa ia punya masalah. Ia harus berani mengakui dan memutuskan untuk mengubah hal ini. Masalahnya adalah ia berkali-kali kena tipu. Banyak orang yang bila mendapat masalah, hanya bisa berdoa, pasrah, nrimo, dan berkata bahwa masalah mereka adalah bentuk cobaan dari Tuhan. Mereka meyakini bahwa masalah yang mereka alami, karena merupakan cobaan dari Tuhan, maka Tuhan-lah yang harus mengubah keadaan ini. Saya tidak setuju dengan pandangan ini. Bukankah ada tertulis bahwa Allah tidak akan membantu mengubah nasib umat-Nya apabila umat-Nya tidak bersedia mengubah nasib mereka sendiri.

Langkah kedua adalah memahami bahwa masalah (simtom) yang ia alami pasti ada sumber atau akar masalah. Dan akar masalahnya bukan terletak di luar dirinya, misalnya ia tertipu karena kelihaian si penipu dalam meyakinkan dirinya sehingga mau meminjami uang, tapi akar masalahnya terletak di dalam dirinya.

Langkah ketiga, bila akar masalah yang ada di dalam dirinya berhasil ditemukan, maka ia dapat mengatasi masalahnya.

Langkah keempat adalah memilih solusi terbaik yang akan digunakan dalam mengatasi masalah. Setelah sukses melakukan empat langkah di atas maka ia dapat memetik hikmah dari apa yang ia alami.

Sekarang akan saya uraikan langkah demi langkah yang dilakukan kawan saya.

Langkah 1. Masalah: Saya tertipu ratusan juta berkali kali.

Langkah 2. Saya menyadari bahwa akar masalah terletak di dalam diri saya.

Langkah 3. Akar masalah saya adalah belief yang menyatakan bahwa saya adalah kasirnya Tuhan.

Langkah 4. Saya mengubah belief saya, dari kasirnya Tuhan menjadi Fund Manager uangnya Tuhan. Saya akan mengelola uang yang dipercayakan kepada saya dengan hati-hati karena saya harus mempertanggungjawabkan uang ini setiap akhir tahun buku.

Hikmah yang didapat dari masalah ini adalah bahwa apa yang ia alami dipengaruhi oleh belief-nya. Setiap belief mengakibatkan konsekuensi tertentu. Cara paling tepat untuk mengevaluasi apakah suatu belief bermanfaat atau justru merugikan diri kita bisa dilihat dari akibat yang ditimbulkan oleh belief-belief itu terhadap hidup kita.

Selama seseorang masih tetap memegang belief yang sama maka ia akan mendapat hasil yang sama. Tidak mungkin terjadi seseorang mendapat hasil yang berbeda dengan belief yang sama. Einstein menjelaskan dengan sangat tepat saat ia berkata, ”Insanity is doing the same thing over and over but expecting different result.”[awg]